MENELUSURI MAKNA
OLAHRAGA
Filsafat
olahraga, seperti filsafat pada umumnya berusaha untuk memahami hakikat,
mempersoalkan isu olahraga secara kritis, guna memperoleh pengetahuan yang
paling hakiki. Mental image adalah sebuah abstraksi dari fenomena yang
tampak berdasar persepsi terhadap fakta yang tertangkap oleh indra. Sehingga
setiap orang akan memperoleh persepsi yang berbeda terhadap obyek yang
diamati.
Konsep
dasar keolahragaan meliputi : bermain (play), pendidikan jasmani (physical
education), olahraga (sport), rekreasi (recreation), tari (dance),
dan gerak insani yang menjadi inti dari kegiatan dalam bidang keolahragaan.
SISTEM YANG SEMPURNA
Manusia
mencerminkan ciri sebuah system yang amat sempurna, terutama ditinjau aspek fisik-fisiologi.
Gerak yang tampak merupakan hasil kerja keseluruhan system yang sinkron dan
menyatu antara jiwa dan badan (body and mind),
jasat-nafsu-akal-kalbu-roh yang membentuk suatu individu sebagai pribadi. Unsur
fisik-biologis, biokimia, impuls syaraf-elektronik menyatu dengan unsur
mental dan ruhaniah.
Dalam
sehari-hari akan terjadi ikatan timbal balik antara aspek emosi dan
kelangsungan kerja faal tubuh, seperti denyut meningkat karena kondisi
siaga.
Fenomena
paling konkrit sebagai obyek formal ilmu keolahragaan adalah gerak laku manusia
dalam bentuk gerak insani, terutama keterampilan gerak yang dapat dikuasai
melalui belajar. Gerak insani adalah medan pergaulan yang bersifat mendidik
antara peserta didik sebagai actor, atau pelaku pendidik sebagai pengarah sekaligus fasilitator.
Tujuan
akhir yang ingin dicapai dalam pendidikan jasmani dan olahraga adalah
tercapainya kesejahteraan paripurna umat manusia.
BEBERAPA
KONSEP DASAR
Bermain
Bermain merupakan aktivitas yang dilakukan secara bebas dan suka rela. Motif
bermain anak-anak adalah dorongan naluri untuk merangsang perkembangan fisik
dan mental. Untuk orang dewasa bermain sebagai suatu kebutuhan yang
dilaksanakan tanpa paksaan.
Roger Cailluis (1955)
membagi permainan (Game) menjadi empat, yaitu :
1. Agon-permainan bersifat pertandingan untuk
memperoleh kemenangan sehingga butuh perjuangan fisik yang keras.
2. Alea-permainan bersifat untung-untungan
seperti main dadu sehingga ketrampilan tubuh tidak diperlukan
3. Mimikri-permainan
fantasi yang membutuhkan kebebasan, dan bukan sungguhan.
4. Illinx-permainan untuk mencerminkan
keinginan melampiaskan gerak seperti mendaki gunung.
Olahraga
Muatan
teknologi yang menggabungkan otot dan mesin serta temuan ilmiah melahirkan
olahraga yang berorientasi teknologi (tecno-sport), meskipun esensi
olahraga adalah permainan manusia (human game).Lingkungan hidup juga
mempengaruhi corak olahraga, sehingga lahir olahraga yang bernuansa lingkungan
(eco-sport).
Difinisi
olahraga selamanya tidak akan bisa dirumuskan, karena olahraga selalu
berkembang dengan mengikuti perubahan jaman. Makna olahraga selalu berubah
sepanjang waktu , tetapi esensi pengertianya berkaitan dengan tiga unsur, yaitu
bermain, latihan fisik dan kompetisi.
Difinisi
olahraga menurut Matveyev (1981 dalamRusli 1992) bahwa “Olakraga merupakan
kegiatan otot yang energik dan dalam kegiatan itu atlit menperagakan kemampuan
geraknya (performa) dan kemampuannya semaksimal mungkin,” merupakan rumusan
pandangan olahraga elit-kompetitif.
Difinisi
olahraga menurut UNESCO, yaitu “Setiap aktivitas fisik perupa permainan yang
berisikan perjuangan melawan unsur-unsur alam, orang lain ataupun diri sendiri.”
Difinisi olahraga menurut Dewan
Eropah (1980) adalah “Olahraga
sebagai aktivitas spontan , bebas, dan dilaksanakan selama waktu luang.”
Pada tahun 1983 Indonesia
mencangangkan panji olahraga “memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan
masyarakat,”dan sekaligus ditetapkan sebagai Hari Olahraga Nasional. Jiwa dan
semangat gerakan olahraga tersebut adalah demokratisasi olahraga yang
menekankan kesempatan yang sama dan persamaan hak, sesuai dengan inti sari dari
International Charter of Physical Edukation yaitu pendidikan jasmani dan
olahraga merupakan hak asasi manusia, tak ubahnya seperti has seseorang untuk
memperoleh pendidikan.
Istilah olahraga yang dipakai
sebagai rujukan pengembangan ilmu keolahragaan (Prof. Haag , 1986, Seidentop,
1984) adalah difinisi yang bersifat umum, rumusan seorang gedagog olahraga
Jerman, Prof. Haag (1986) yang memperoleh pengakuan internasional yang isinya
sebagai berikut : The
world sport is not used the narrow sense of athletics or competitive sport;
rather it means the sum of physical activities of formal and informal nature
realize mostly in sport disciplines but also in fundamental forms like
calisthenics, fitness-training, or aerobics.
Dengan kata lain istilah olahraga bersifat umum, tidak digunakan dalam
pengertian olahraga kompetitif karena tidak hanya sebagai himpunan aktivitas
fisik yang resmi terorganisir (formal) dan tidak resmi (informal) seperti dalam
cabang olahraga, tetapi juga dalam aktivitas dasar seperti senam, latihan
kebugaran jasmani, atau latihan aerobic.
Sesuai dengan fungsi dan
tujuan, Indonesia mengenal beberapa bentuk kegiatan olahraga sesuai dengan
motif dan tujuannya, yaitu : 1. Olahraga pendidikan, 2. Olahraga rekreasi, 3.
Olahraga kesehatah, 4. Olahraga cacat, 5. Olahraga penyembuhan, 6. Olahraga
kompetitif.
Jadi olahraga
dilakukan karena berbagai alasan penting dari sisi pelakunya. Nilai-nilai dan
manfaat yang diperoleh para pelaku itu didapat dari partisipasi atau
keterlibatan aktif sebagai pelaku dalam beberapa kegiatan yang bersifat
hiburan, pendidikan, rekreasi, kesehatan, hubungan sosial, perkembangan
biologis, kebebasan menyatakan diri, pengujian kemampuan sendiri atau kemampuan
diri dibandingkan dengan orang lain. Dengan kata lain, seperti dikemukakan
Zakrajsek (1991), Olahraga merupakan wahana untuk mengalami aspek pengalaman
manusiawi.
- Olahraga sebagai Sub-sistem Bermain.
Inti yang paling dalam dari olahraga dibentuk dari sebuah kriteria
yaitu makna bermain dan permainan. Kriteria yang paling otentik adalah bahwa
kegiatan tersebut didasarkan pada factor kebebasan dan kesengajaan atas dasar
kesadaran pelakunya untuk berbuat, sebagai lawan dari aktivitas yang bersifat
paksaan atau desakan; inilah yang membedakan ciri permainan yang sejati. Tindakan
sejati adalah olahraga tidak dipandang sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan,
tetapi merupakan sumber dari keriaan (joy) dan kebahagiaan (happiness).
- Gambaran Struktural Spesefik Olahraga
Dunia olahraga berbeda dengan dunia permainan
dan berbeda pula dengan kategori ludik (permainan) lainnya misal domino dan catur.
Ø Fokus
pada gerak dalam pelaksanaan olahraga
Orientasi fisikal (fisik) kegiatan olahraga
merupakan ciri utama dalam konteks ini, seperti aspek gerak, daya tahan,
kecepatan, kekuatan dan ketrampilan yang merupakan unsur inheren dari kegiatan
olahraga. Setiap bentuk permainan sejati dalam olahraga terdiri atas kegiatan
yang lebih menekankan aspek gerak, sehingga unsur jasmaniah menjadi sangat
dominan.
Perwujudan
gerak dalam olahraga ini terkait dengan aspek dorongan (drive) pada manusia yang terikat
dengan faktor sosial dan budaya juga pengaruh kejiwaan dan motif.
Ø Realitas
yang sebenarnya dari olahraga
Keterlibatan
seseorang dalam olahraga tidak terpaku pada peran yang telah ditetapkan saja,
tetapi merupakan bagian dari dunia nyata atau konkrit. Bersama dengan yang lain
pemain memainkan sebuah permainan yang real dalam konteks bermain dan faktor
kesungguhan merupakan kriteria yang melekat pada pelaksanaan olahraga.
Perbuatan setengah hati atau pura-pura, bertentangan dengan ciri hakiki
olahraga.
Ø Prinsip
performa dan prestasi dalam olahraga
Gross
(1973; dalam Hagele, 1992 ) menekankan unsur tujuan dan prestasi seperti halnya
keriangan karena mampumelakukan sesuatu sebaik mungkin atau melebihi orang lain
sebagai faktor penentu kegiatan olahraga. Ada tiga dimensi karakteristik
prestasi olahraga, yaitu :
o
Prestasi itu dinyatakan melalui aspek jasmaniah.
Diarahkan untuk menguasai, memelihara dan mengoptimalkan ketrampilan
gerak.
o
Kegiatan dilaksanakan secara suka rela.
o
Kegiatannya tidak dimaksudkan untuk menghancurkan
orang lain tetapi justru untuk meningkatkan solidaritas.
Pengejaran dalam pencapaian
prestasi merupakan pencapaian semu. Karena dalam pencapaian tersebut, tempat,
waktu, lawan, situasi, kondisi yang berbeda satu tempat dengan yang lain, serta
penyempurnaan teknik dan sarana prasarana yang lebih lengkap. Misalnya lari
marathon. Perlombaan yang dilaksanakan antara satu tempat dengan tempat yang
lain sangat berbeda situasinya dan kemajuan teknik, lintasan, dan sepatu serta
pakaian yang modern sangat mempengaruhi.
Ø Dimensi
sosial olahraga
Dunia
olahraga sangat dipengaruhi oleh hubungan antar strukturnya, tanpa memandang
bentuknya. Proses pembelajaran ketrampilan olahraga itu berlangsung dalam
suasana sosial yang melibatkan hubungan antar orang, dan bahkan disaksikan oleh
para pendukung dan media masa sebagai penghubung antar lingkungan masyarakat.
Olahraga
dan kesehatan
Tidak
ada yang meragukan bahwa kesehatan itu bukanlah segala-galanya, tetapi segala
sesuatu tidak akan ada artinya tanpa kesehatan (Rhotig & Prohl, 1991).
Konsep kesehatan yang relevan dengan pedagogi olahraga (sport
pedagogy) mengandung 5 unsur, yaitu (1) kebugaran jasmani; (2) pengelolaan
stres melalui kompensasi terhadap kurang gerak; (3) kesadaran gizi; (4)
lingkungan yang kondusif sebagai kondisi bagi cara hidup individu yang sehat;
dan (5) tanggung jawab terhadap kesehatan yang baik (Ardell, 1983; dalam
Pottinger, 1990).
Sebagai
bahan pertimbangan ada dua aliran pendekatan dalam pembinaan olahraga yang
berkaitan dengan kesehatan di Jerman. Pertama aliran yang menekankan konsep
pelatihan. Berdasar pendekatan tersebut, makna kesehatan direduksi sebagai sebuah
proses untuk mencapai parameter yang menjadi target, sementara faktor situasi yang
bersifat subyektif dan kebutuhan individu tidak dihiraukan.
Kedua,
konsepsi kesaharan tubuh (body awarness) yang menekankan harmoni
antara manusia dan lingkungannya untuk mencapai taraf kesehatan yang memuaskan.
Pendekatan ini menekankan penggunaan olahraga sebagai “alat” untuk mencapai
derajat kesehatan yang memadai sebagai upaya untuk mengatasi masalah yang
muncul dalam kehidupan modern sebagai akibat kurang gerak atau ketidak
harmonisan antara jiwa dan raga.
Berdasarkan
asumsi bahwa “kesehatan” belum menjadi masalah bagi anak-anak, maka para
pengelola menyembunyikan topik kesehatan dibalik kompetisi.
- Sifat kompetisi merupakan motif di kalangan anak-anak, sementara hadiah merupakan stimulasi tambahan.
- Gaya hidup sportif merupakan sebuah model perilaku yang berorientasi pada kesehatan.
- Peningkatan kebugaran merupakan motif bagi para peserta yang memiliki performa rendah.
Sebanyak 159 siswa dari Hessian Comprehensive School ambil bagian dalam
kompetisi tersebut. Hasilnya :
- Tes kebugaran jasmani, member kesenangan yang besar kepada yang memiliki kemampuan yang tinggi.
- Tidak ada korelasi antara frekuensi latihan dengan peningkatan skor kebugaran jasmani.
- Peningkatan relatif kebugaran jasmani di kalangan para siswa yang memiliki nilai yang rendah dalam pendidikan jasmani, tidak lebih tinggi dari pada siswa yang nilainya lebih baik.
- Setelah tiga minggu hanya satu dari 12 anak yang tidak mengikuti kebugaran jasmani dalam konteks studi longitudinal.
Program kompetisi tersebut tidak diragukan hasilnya dan ternyata dapat
merangsang siswa untuk berlatih, tetapi keadaannya berbeda bila latihan itu
tidak dikaitkan dengan kompetisi.
Pendekatan
sosio-anthropologi dapat diartikan sebagai suatu kesehatan yang dapat dicapai
sebagai hasil interaksi dinamis antara individu dan dunia sekitarnya. Dengan
demikian olahraga bukanlah alat atau wahana untuk mencegah penyakit peradaban,
tetapi keberadaannya harus diterima dengan sendirinya sebagai sebuah fenomena
sosial-budaya.
Dapat
disimpulkan sebagai berikut : Pendekatan latihan dalam pembinaan kesehatan via
olahraga percaya bahwa kesehatan ditandai dengan berfungsinya sistem faal
tubuh, sementara pendekatan kesadaran tubuh menekankan makna sehat sebagai
harmoni antara jiwa, badan dan dunia. Pendekatan sosio-anthropologis menekankan
makna sehat sebagai sebuah potensi yang memungkinkan manusia untuk mampu
mengatasi masalah dalam hidup.
Solutogenik
adalah model mengenai sehat yang dikembangkan oleh Aaron Antonovsky
(1985; dalam Rothing & Prohl, 1991) mengatasi masalah dikhotomi antara
sehat dan sakit dan memusatkan perhatian pada daerah luas antara kedua kutub,
sehat dn sakit, yaitu daerah neutralitas sebagai zona transisi antara sehat (sanitas) dan sakit (aegritudo). Tujuan dari model solutogenik
ini adalah serupa dengan konsep klasik yaitu memelihara kesehatan,
sehingga aksen dari upaya pemeliharaan kesehatan itu bersumber pada “sense
of Coharance” atau “rasa menyatu” yang mengandung pengertian sebuah orientasi global
yang dinyatakan dalam rasa percaya untuk mampu mengatasi lingkungannya sendiri.
Uraian
dalam model Antonovsky memang tidak secara khusus ditujukan untuk bidang
olahraga, akan tetapi model ini cukup jelas menganjurkan agar fenomena sosial
budaya olahraga perlu dipertimbangkan sebagai sumber dari sumber daya ketahanan
sehingga olahraga tampaknya merupakan salah satu bentuk dari beberapan sumber
yang memungkinkan manusia untuk meraih hidup yang bermakna (sehat).
Pendidikan
Jasmani
Difinisi
yang pernah dirumuskan sebagai rujukan nasional (Mendikbud 413/U/1957) adalah
mengungkap fungsi pendidikan jasmani untuk memberikan sumbangan terhadap
pendidikan menyeluruh : “Pendidikan jasmani adalah bagian integral dari
pendidikan melalui aktivitas jasmani yang bertujuan untuk meningkatkan individu
secara organik, neuromuskhular, intelektual dan emocional.” Konsep pendidikan jasmani
terfokus pada proses sosialisasi atau pembudayaan via aktivitas jasmani,
permainan, dan atau olahraga. Prosese sosialisasi berarti pengalihan
nilai-nilai budaya dari generasi tua kepada generasi muda.
Secara
perlahan, Indonesia mengadopsi gagasan barat tentang pendidikan jasmani, sambil
mencari bentuk sendiri, dengan inovasikeil disana sini.
Rekreasi
Pendekatan
kata untuk memahami istilah rekreasi adalah berdasar istilah leisure
yang berarti free time (waktu luang) yang digunakan di Inggris dan Amerika
Utara, yang berasal dari bahasa latin, licere yang berarti diizinkan.
Kegiatan rekreasi adalah kegiatan yang memang cocok untuk mengisi waktu luang
dengan sifat bukan paksaan, melainkan atas kehendak sendiri secara suka rela. Sesuai
dengan tujuannya untuk memperoleh kepuasan, maka kegiatan rekreasi bersifat
non-survival (penyelamatan/petualangan yang mengancam keselamatan).
Berkaitan dengan konsep rekreasi
adalah pendidikan untuk membentuk sikap rekreasi aktif, jadi rekreasi melalui
aktivitas jasmani dan atau kegiatan di alam terbuka. Dengan demikian rekreasi
dipandang sebagai kesempatan untuk menyatakan spontanitas dan kreativitas, dan
karena itu rekreasi berfungsi dalam pengembangan kepribadian. Itulah sebabnya
pendidikan rekreasi erat hubungannya dengan pendidikan jasmani dan pendidikan
kesehatan.
Tari
Olahraga banyak
mengandung unsur keindahan (eastetika) seperti juga terdapat dalam senam,
loncat indah dan figure skating. Ditinjau dari aspek peragaan keterampilan yang
memerlukan kualitas kondisi fisik yang prima, tari bisa masuk dalam tapal batas
kegiatan olahraga. Di
Indonesia titik beratnya memang masih pada aspek seni, dan belum ditelaah dari
aspek gerak dan estetika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar