Senin, 19 Maret 2012

makna olahraga


MENELUSURI MAKNA OLAHRAGA


            Filsafat olahraga, seperti filsafat pada umumnya berusaha untuk memahami hakikat, mempersoalkan isu olahraga secara kritis, guna memperoleh pengetahuan yang paling hakiki. Mental image adalah sebuah abstraksi dari fenomena yang tampak berdasar persepsi terhadap fakta yang tertangkap oleh indra. Sehingga setiap orang akan memperoleh persepsi yang berbeda terhadap obyek yang diamati.
            Konsep dasar keolahragaan meliputi : bermain (play), pendidikan jasmani (physical education), olahraga (sport), rekreasi (recreation), tari (dance), dan gerak insani yang menjadi inti dari kegiatan dalam bidang keolahragaan.

SISTEM YANG SEMPURNA

            Manusia mencerminkan ciri sebuah system yang amat sempurna, terutama ditinjau aspek fisik-fisiologi. Gerak yang tampak merupakan hasil kerja keseluruhan system yang sinkron dan menyatu antara jiwa dan badan (body and mind), jasat-nafsu-akal-kalbu-roh yang membentuk suatu individu sebagai pribadi. Unsur fisik-biologis, biokimia, impuls syaraf-elektronik menyatu dengan unsur mental dan ruhaniah.
            Dalam sehari-hari akan terjadi ikatan timbal balik antara aspek emosi dan kelangsungan kerja faal tubuh, seperti denyut meningkat karena kondisi siaga.
            Fenomena paling konkrit sebagai obyek formal ilmu keolahragaan adalah gerak laku manusia dalam bentuk gerak insani, terutama keterampilan gerak yang dapat dikuasai melalui belajar. Gerak insani adalah medan pergaulan yang bersifat mendidik antara peserta didik sebagai actor, atau pelaku  pendidik sebagai pengarah sekaligus fasilitator.
            Tujuan akhir yang ingin dicapai dalam pendidikan jasmani dan olahraga adalah tercapainya kesejahteraan paripurna umat manusia.


BEBERAPA KONSEP DASAR

Bermain
Bermain merupakan aktivitas yang dilakukan secara bebas dan suka rela. Motif bermain anak-anak adalah dorongan naluri untuk merangsang perkembangan fisik dan mental. Untuk orang dewasa bermain sebagai suatu kebutuhan yang dilaksanakan tanpa paksaan.
Roger Cailluis (1955) membagi permainan (Game) menjadi empat, yaitu :
1. Agon-permainan bersifat pertandingan untuk memperoleh kemenangan sehingga butuh perjuangan fisik yang keras.
2. Alea-permainan bersifat untung-untungan seperti main dadu sehingga ketrampilan tubuh tidak diperlukan
3. Mimikri-permainan fantasi yang membutuhkan kebebasan, dan bukan sungguhan.
4. Illinx-permainan untuk mencerminkan keinginan melampiaskan gerak seperti mendaki gunung.
Olahraga
            Muatan teknologi yang menggabungkan otot dan mesin serta temuan ilmiah melahirkan olahraga yang berorientasi teknologi (tecno-sport), meskipun esensi olahraga adalah permainan manusia (human game).Lingkungan hidup juga mempengaruhi corak olahraga, sehingga lahir olahraga yang bernuansa lingkungan (eco-sport).
            Difinisi olahraga selamanya tidak akan bisa dirumuskan, karena olahraga selalu berkembang dengan mengikuti perubahan jaman. Makna olahraga selalu berubah sepanjang waktu , tetapi esensi pengertianya berkaitan dengan tiga unsur, yaitu bermain, latihan fisik dan kompetisi.
            Difinisi olahraga menurut Matveyev (1981 dalamRusli 1992) bahwa “Olakraga merupakan kegiatan otot yang energik dan dalam kegiatan itu atlit menperagakan kemampuan geraknya (performa) dan kemampuannya semaksimal mungkin,” merupakan rumusan pandangan olahraga elit-kompetitif.
            Difinisi olahraga menurut UNESCO, yaitu “Setiap aktivitas fisik perupa permainan yang berisikan perjuangan melawan unsur-unsur alam, orang lain ataupun diri sendiri.
            Difinisi olahraga menurut Dewan Eropah (1980) adalah “Olahraga sebagai aktivitas spontan , bebas, dan dilaksanakan selama waktu luang.
            Pada tahun 1983 Indonesia mencangangkan panji olahraga “memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat,”dan sekaligus ditetapkan sebagai Hari Olahraga Nasional. Jiwa dan semangat gerakan olahraga tersebut adalah demokratisasi olahraga yang menekankan kesempatan yang sama dan persamaan hak, sesuai dengan inti sari dari International Charter of Physical Edukation yaitu pendidikan jasmani dan olahraga merupakan hak asasi manusia, tak ubahnya seperti has seseorang untuk memperoleh pendidikan.
            Istilah olahraga yang dipakai sebagai rujukan pengembangan ilmu keolahragaan (Prof. Haag , 1986, Seidentop, 1984) adalah difinisi yang bersifat umum, rumusan seorang gedagog olahraga Jerman, Prof. Haag (1986) yang memperoleh pengakuan internasional yang isinya sebagai berikut : The world sport is not used the narrow sense of athletics or competitive sport; rather it means the sum of physical activities of formal and informal nature realize mostly in sport disciplines but also in fundamental forms like calisthenics, fitness-training, or aerobics.
Dengan kata lain istilah olahraga bersifat umum, tidak digunakan dalam pengertian olahraga kompetitif karena tidak hanya sebagai himpunan aktivitas fisik yang resmi terorganisir (formal) dan tidak resmi (informal) seperti dalam cabang olahraga, tetapi juga dalam aktivitas dasar seperti senam, latihan kebugaran jasmani, atau latihan aerobic.
            Sesuai dengan fungsi dan tujuan, Indonesia mengenal beberapa bentuk kegiatan olahraga sesuai dengan motif dan tujuannya, yaitu : 1. Olahraga pendidikan, 2. Olahraga rekreasi, 3. Olahraga kesehatah, 4. Olahraga cacat, 5. Olahraga penyembuhan, 6. Olahraga kompetitif.
            Jadi olahraga dilakukan karena berbagai alasan penting dari sisi pelakunya. Nilai-nilai dan manfaat yang diperoleh para pelaku itu didapat dari partisipasi atau keterlibatan aktif sebagai pelaku dalam beberapa kegiatan yang bersifat hiburan, pendidikan, rekreasi, kesehatan, hubungan sosial, perkembangan biologis, kebebasan menyatakan diri, pengujian kemampuan sendiri atau kemampuan diri dibandingkan dengan orang lain. Dengan kata lain, seperti dikemukakan Zakrajsek (1991), Olahraga merupakan wahana untuk mengalami aspek pengalaman manusiawi.


  • Olahraga sebagai Sub-sistem Bermain.
Inti yang paling dalam dari olahraga dibentuk dari sebuah kriteria yaitu makna bermain dan permainan. Kriteria yang paling otentik adalah bahwa kegiatan tersebut didasarkan pada factor kebebasan dan kesengajaan atas dasar kesadaran pelakunya untuk berbuat, sebagai lawan dari aktivitas yang bersifat paksaan atau desakan; inilah yang membedakan ciri permainan yang sejati. Tindakan sejati adalah olahraga tidak dipandang sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi merupakan sumber dari keriaan (joy) dan kebahagiaan (happiness).
  • Gambaran Struktural Spesefik Olahraga
Dunia olahraga berbeda dengan dunia permainan dan berbeda pula dengan kategori ludik (permainan) lainnya misal domino dan catur.
Ø  Fokus pada gerak dalam pelaksanaan olahraga
Orientasi fisikal (fisik) kegiatan olahraga merupakan ciri utama dalam konteks ini, seperti aspek gerak, daya tahan, kecepatan, kekuatan dan ketrampilan yang merupakan unsur inheren dari kegiatan olahraga. Setiap bentuk permainan sejati dalam olahraga terdiri atas kegiatan yang lebih menekankan aspek gerak, sehingga unsur jasmaniah menjadi sangat dominan.
            Perwujudan gerak dalam olahraga ini terkait dengan aspek dorongan (drive) pada manusia yang terikat dengan faktor sosial dan budaya juga pengaruh kejiwaan dan motif.
Ø  Realitas yang sebenarnya dari olahraga
            Keterlibatan seseorang dalam olahraga tidak terpaku pada peran yang telah ditetapkan saja, tetapi merupakan bagian dari dunia nyata atau konkrit. Bersama dengan yang lain pemain memainkan sebuah permainan yang real dalam konteks bermain dan faktor kesungguhan merupakan kriteria yang melekat pada pelaksanaan olahraga. Perbuatan setengah hati atau pura-pura, bertentangan dengan ciri hakiki olahraga.
Ø  Prinsip performa dan prestasi dalam olahraga
            Gross (1973; dalam Hagele, 1992 ) menekankan unsur tujuan dan prestasi seperti halnya keriangan karena mampumelakukan sesuatu sebaik mungkin atau melebihi orang lain sebagai faktor penentu kegiatan olahraga. Ada tiga dimensi karakteristik prestasi olahraga, yaitu :
o   Prestasi itu dinyatakan melalui aspek jasmaniah.
Diarahkan untuk menguasai, memelihara dan mengoptimalkan ketrampilan gerak.
o   Kegiatan dilaksanakan secara suka rela.
o   Kegiatannya tidak dimaksudkan untuk menghancurkan orang lain tetapi justru untuk meningkatkan solidaritas.
Pengejaran dalam pencapaian prestasi merupakan pencapaian semu. Karena dalam pencapaian tersebut, tempat, waktu, lawan, situasi, kondisi yang berbeda satu tempat dengan yang lain, serta penyempurnaan teknik dan sarana prasarana yang lebih lengkap. Misalnya lari marathon. Perlombaan yang dilaksanakan antara satu tempat dengan tempat yang lain sangat berbeda situasinya dan kemajuan teknik, lintasan, dan sepatu serta pakaian yang modern sangat mempengaruhi.
Ø  Dimensi sosial olahraga
            Dunia olahraga sangat dipengaruhi oleh hubungan antar strukturnya, tanpa memandang bentuknya. Proses pembelajaran ketrampilan olahraga itu berlangsung dalam suasana sosial yang melibatkan hubungan antar orang, dan bahkan disaksikan oleh para pendukung dan media masa sebagai penghubung antar lingkungan masyarakat.

Olahraga dan kesehatan
            Tidak ada yang meragukan bahwa kesehatan itu bukanlah segala-galanya, tetapi segala sesuatu tidak akan ada artinya tanpa kesehatan (Rhotig & Prohl, 1991). Konsep kesehatan yang relevan dengan pedagogi olahraga (sport pedagogy) mengandung 5 unsur, yaitu (1) kebugaran jasmani; (2) pengelolaan stres melalui kompensasi terhadap kurang gerak; (3) kesadaran gizi; (4) lingkungan yang kondusif sebagai kondisi bagi cara hidup individu yang sehat; dan (5) tanggung jawab terhadap kesehatan yang baik (Ardell, 1983; dalam Pottinger, 1990).
            Sebagai bahan pertimbangan ada dua aliran pendekatan dalam pembinaan olahraga yang berkaitan dengan kesehatan di Jerman. Pertama aliran yang menekankan konsep pelatihan. Berdasar pendekatan tersebut, makna kesehatan direduksi sebagai sebuah proses untuk mencapai parameter yang menjadi target, sementara faktor situasi yang bersifat subyektif dan kebutuhan individu tidak dihiraukan.
            Kedua, konsepsi kesaharan tubuh (body awarness) yang menekankan harmoni antara manusia dan lingkungannya untuk mencapai taraf kesehatan yang memuaskan. Pendekatan ini menekankan penggunaan olahraga sebagai “alat” untuk mencapai derajat kesehatan yang memadai sebagai upaya untuk mengatasi masalah yang muncul dalam kehidupan modern sebagai akibat kurang gerak atau ketidak harmonisan antara jiwa dan raga.
            Berdasarkan asumsi bahwa “kesehatan” belum menjadi masalah bagi anak-anak, maka para pengelola menyembunyikan topik kesehatan dibalik kompetisi.
  • Sifat kompetisi merupakan motif di kalangan anak-anak, sementara hadiah merupakan stimulasi tambahan.
  • Gaya hidup sportif merupakan sebuah model perilaku yang berorientasi pada kesehatan.
  • Peningkatan kebugaran merupakan motif bagi para peserta yang memiliki performa rendah.
Sebanyak 159 siswa dari Hessian Comprehensive School ambil bagian dalam kompetisi tersebut. Hasilnya :
  • Tes kebugaran jasmani, member kesenangan yang besar kepada yang memiliki kemampuan yang tinggi.
  • Tidak ada korelasi antara frekuensi latihan dengan peningkatan skor kebugaran jasmani.
  • Peningkatan relatif kebugaran jasmani di kalangan para siswa yang memiliki nilai yang rendah dalam pendidikan jasmani, tidak lebih tinggi dari pada siswa yang nilainya lebih baik.
  • Setelah tiga minggu hanya satu dari 12 anak yang tidak mengikuti kebugaran jasmani dalam konteks studi longitudinal.
Program kompetisi tersebut tidak diragukan hasilnya dan ternyata dapat merangsang siswa untuk berlatih, tetapi keadaannya berbeda bila latihan itu tidak dikaitkan dengan kompetisi.
            Pendekatan sosio-anthropologi dapat diartikan sebagai suatu kesehatan yang dapat dicapai sebagai hasil interaksi dinamis antara individu dan dunia sekitarnya. Dengan demikian olahraga bukanlah alat atau wahana untuk mencegah penyakit peradaban, tetapi keberadaannya harus diterima dengan sendirinya sebagai sebuah fenomena sosial-budaya.
            Dapat disimpulkan sebagai berikut : Pendekatan latihan dalam pembinaan kesehatan via olahraga percaya bahwa kesehatan ditandai dengan berfungsinya sistem faal tubuh, sementara pendekatan kesadaran tubuh menekankan makna sehat sebagai harmoni antara jiwa, badan dan dunia. Pendekatan sosio-anthropologis menekankan makna sehat sebagai sebuah potensi yang memungkinkan manusia untuk mampu mengatasi masalah dalam hidup.
            Solutogenik adalah model mengenai sehat yang dikembangkan oleh Aaron Antonovsky (1985; dalam Rothing & Prohl, 1991) mengatasi masalah dikhotomi antara sehat dan sakit dan memusatkan perhatian pada daerah luas antara kedua kutub, sehat dn sakit, yaitu daerah neutralitas sebagai zona transisi antara sehat (sanitas) dan sakit (aegritudo). Tujuan dari model solutogenik ini adalah serupa dengan konsep klasik yaitu memelihara kesehatan, sehingga aksen dari upaya pemeliharaan kesehatan itu bersumber pada “sense of Coharance” atau “rasa menyatu” yang mengandung pengertian sebuah orientasi global yang dinyatakan dalam rasa percaya untuk mampu mengatasi lingkungannya sendiri.
            Uraian dalam model Antonovsky memang tidak secara khusus ditujukan untuk bidang olahraga, akan tetapi model ini cukup jelas menganjurkan agar fenomena sosial budaya olahraga perlu dipertimbangkan sebagai sumber dari sumber daya ketahanan sehingga olahraga tampaknya merupakan salah satu bentuk dari beberapan sumber yang memungkinkan manusia untuk meraih hidup yang bermakna (sehat).

Pendidikan Jasmani
            Difinisi yang pernah dirumuskan sebagai rujukan nasional (Mendikbud 413/U/1957) adalah mengungkap fungsi pendidikan jasmani untuk memberikan sumbangan terhadap pendidikan menyeluruh : “Pendidikan jasmani adalah bagian integral dari pendidikan melalui aktivitas jasmani yang bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromuskhular, intelektual dan emocional.” Konsep pendidikan jasmani terfokus pada proses sosialisasi atau pembudayaan via aktivitas jasmani, permainan, dan atau olahraga. Prosese sosialisasi berarti pengalihan nilai-nilai budaya dari generasi tua kepada generasi muda.
            Secara perlahan, Indonesia mengadopsi gagasan barat tentang pendidikan jasmani, sambil mencari bentuk sendiri, dengan inovasikeil disana sini.

Rekreasi
            Pendekatan kata untuk memahami istilah rekreasi adalah berdasar istilah leisure yang berarti free time (waktu luang) yang digunakan di Inggris dan Amerika Utara, yang berasal dari bahasa latin, licere yang berarti diizinkan. Kegiatan rekreasi adalah kegiatan yang memang cocok untuk mengisi waktu luang dengan sifat bukan paksaan, melainkan atas kehendak sendiri secara suka rela. Sesuai dengan tujuannya untuk memperoleh kepuasan, maka kegiatan rekreasi bersifat non-survival (penyelamatan/petualangan yang mengancam keselamatan).
            Berkaitan dengan konsep rekreasi adalah pendidikan untuk membentuk sikap rekreasi aktif, jadi rekreasi melalui aktivitas jasmani dan atau kegiatan di alam terbuka. Dengan demikian rekreasi dipandang sebagai kesempatan untuk menyatakan spontanitas dan kreativitas, dan karena itu rekreasi berfungsi dalam pengembangan kepribadian. Itulah sebabnya pendidikan rekreasi erat hubungannya dengan pendidikan jasmani dan pendidikan kesehatan.

Tari
            Olahraga banyak mengandung unsur keindahan (eastetika) seperti juga terdapat dalam senam, loncat indah dan figure skating. Ditinjau dari aspek peragaan keterampilan yang memerlukan kualitas kondisi fisik yang prima, tari bisa masuk dalam tapal batas kegiatan olahraga. Di Indonesia titik beratnya memang masih pada aspek seni, dan belum ditelaah dari aspek gerak dan estetika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar